Senin, 06 April 2009

PARADIGMA DEFINISI SOSIAL

1. Exemplar
Exemplar paradigwa ini adalah bagaimana cara kita menganalisa tentang tindakan sosial (social action). Kita tidak bisa memepelajari perkembangan suatu pranata secara khusus dari luar tanpa memperhatikan tindakan manusianya sendiri, menurut Weber berarti kita mengabaikan segi-segi yang prinsipil dari kehidupan sosial. Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula diterangkan melalui tujuan-tujuan dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu di mana ketika ia mengambil manfaat dari tindakannya.
Weber sebagai pengemuka exemplar dari paradigma ini mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Yang dimaksud tindakan sosial oleh Weber adalah tindakan individu sepanjangtindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain
Secara definitive Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami (Interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan kausal. Dalam definisi terkandung dua konsep dasarnya. Pertama konsep tindakan sosial. Kedua konsep tentang penafsiran dan pemahaman
Bertolak dari konsep dasar tentang dindakan sosial itu Weber mengemukakan lima cirri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu:
a. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata
b. Tindakan nyata dan yang bersifat membatinsepenuhnya dan bersifat subyektif
c. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam betuk persetujuan secara diam-diam
d. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu
e. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu


2. Teori-teori
Ada tiga teori yang termasuk ke dalam paradigma definsi sosial ini, yaitu
1. Teori Aksi (action theory)
Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Teori aksi dewasa ini tidak banyak mengalami perkembangan melebihi apa yang sudah dicapai tokoh utamanya Weber. Beberapa asumsi fumdamental Teori Aksi dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parson sebagai berikut:
a. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek
b. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapau tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan
c. Dalam tindakan manusia mengunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut
d. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya
e. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya
f. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan
g. Studi mengenal anatar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi, sympathetic reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri (Vicarious experience)
2. Teori Interaksinisme Simbolik
Teori ini berkembang pertama kali di Universitas Chicago dan dikenal pula sebagai aliran Chicago. Tokoh utamanya berasal dari berbagai Universitas di luar Universitas Chicago. Dua orang tokoh besarnya John Dewey dan Carles Horton Cooley adalah filosof yang semula mengembangkan Teori Interaksionisme Simbolik di Universitas Michigan. Teori ini adalah teori yang paling sukar disimpulkan. Teori ini berasal dari berbagai sumber tetapi tak ada satu sumber yang dapat memberikan pernyataan tunggal tentang apa yang menjadi isi dari teori ini, kecuali satu hal, bahwa ide dasar teori ini bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J.B. Waston. Behaviorisme radikal berpendirian bahwa perilaku individu adalah sesuatu yang dapat diamati.
Kekhasan yang dimiliki oleh teori interaksionisme simbolik ini adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendifinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas”makna”yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan salaing berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan mamsing-masing
3. Teori Fenominologi (Phenomenological Sociology)
Hal pokok yang akan diterangkan oleh teori justru menyangkut persoalan pokok ilmu sosial sendiri, yakni bagaimana kehidupan bermasyarakat itu dapat terbentuk
Tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakannya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti. Pemahaman secara subyektif terhadap sesuatu tindakan sangat menentukan terhadap kelangsungan proses interaksi sosial
Ada empat unsur pokok dari teori ini:
1. Perhatian terhadap aktor
Persoalan dasarnya di sini menyangkut persoalan metodologi. Bagaimana caranya untuk mendapatkan data tentang tindakan sosial itu subyektif mungkin.
2. Memuaskan perhatian kepada kanyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude)
3. Memusatkan perhatian kepada masalah mikro
Maksudnya mempelajari proses pembentukan dan pemeliharaan hubungan sosial pada tingkat interaksi tatap muka untuk memahaminya dalam hubungannya dengan situasi tertentu
4. Memperhatikan pertumbuhan, perubahan dan proses tindakan. Berusaha memahami bagaimana keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan dipelihara dalam pergaulan sehari-hari.

3. Asumsi-asumsi
Manusia hidup dalam suatu lingkungan simbol-simbol. Manusia memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol itu seperti juga ia memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang bersifat fisik, misalnya terhadap panas dan dingin. Pengertian dan penghayatan terhadap simbol-simbol yang ak terhitung jumlahnya itu merupakan hasil pelajaran dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Bukan sebagai hasil rangsangan bersifat fisik. Simbol-simbol dapat divisualkan. Tetapi keistimewaan manusia terletak pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan simbol-simbol itu secara verbal melalui pemakaian bahasa. Kemampan berkomunikasi, belajar, serta memahami makna dari berbagai simbol itu merupakan seperangkat kemampuan yang membedakan manusia dari binatang. Kemampuan inilah yang menajdi pokok perhatian analisa sosiologi dari Teori Interaksi Simbolik

4. Metode
Penganut Paradigma Definisi Sosial ini cenderung menggunakan metode observasi dalam penelitian mereka. Alasannya adalah untuk dapat memahami realitas intrasubjektive dan intersubjektive dari tindakan sosial dan interaksi sosial. Untuk maksud tersebut metode kuesioner dan interview dinilai kurang relevan. Begitu pula metode eksperimen. Metode ini meskipun dapat diterapkan tetapi jarang dipergunakan. Alasannya karena metode ini dapat mengganggu spontanitas tindakan serta kewajaran dari sikap si aktor yang diselidiki. Melalui penggunaan metode observasi dapat disimpulkan hal0hal yang bersifat intrasubjektive dan intersubjektive yang timbul dari tindakan aktor yang diamati

Sabtu, 04 April 2009

Resensi Buku

MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN BAGI ANAK

Judul Buku : Sosiologi Keluarga; tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak
Penulis : Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A
Penerbit : PT. Rineka Cipta, Jakarta
Cetakan : Ketiga, September 2004
Tebal Buku : vii+205 Halaman

Dalam setiap masyarakat manusia, pasti akan dijumpai keluarga batih (“nuclear family”). Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan proses pergaulan hidup.
Suatu keluarga batih dianggap sebagai suatu sistem sosial, oleh karena memiliki unsur-unsur sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan, perasaan, tujuan, kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang, sanksi, kekuasaan, dan fasilitas. Sehingga akan bermunculan beberapa item-item keadaan tertentu apabila kita coba untuk mengapresiasikan dan mengaplikasikan dari unsur-unsur cakupan pokok keluarga batih tersebut.
Profesor Soerjono Soekanto, dalam buku Sosiologi Keluarga: tentang ikhwal keluarga, remaja dan anak, menjelaskan bahwa, masa mendatang merupakan sambungan masa kini, sedangkan masa kini berasal dari masa dulu, orang tua ideal masa dulu, memberikan landasan bagi orang tua ideal masa kini. Hal ini berarti, bahwa hal-hal yang pokok pada masa dulu, mungkin masih dapat dijadikan dasar orientasi pada masa kini. Sikap tindak logis yang mendapat tekanan pada masa kini, tidak perlu menjadi hal yang negatif, apabila disertai dengan penyerasiannya dengan sikap tindak etis dan estetis dalam arti dan penafsiran yang sebenarnya.
Orang tua ideal masa mendatang, merupakan produk orang tua ideal masa kini. Kalau pada masa kini sudah mulai tampak gejala-gejala negatif yang mempengaruhi pola mendatang, maka pengaruh itu sebenarnya harus dihilangkan. Menghilangkan pengaruh yang negatif itu bukanlah dengan cara mengagung-agungkan masa lampau yang sudah lewat, akan tetapi dengan cara menunjukkan bahwa pola yang berlaku dewasa ini tidak akan menguntungkan manusia pada masa mendatang
Ciri orang tua ideal masa mendatang, seyogyanya mulai dipikirkan dan dicoba pada masa kini dalam bentuk usaha untuk lebih menyerasikan nilai spritualisme dengan nilai materialisme yang memang merupakan pasangan. Hal itu tidak akan tercapai, apabila manusia tetap fanatik pada salah satu nilai saja, dengan mengabaikan nilai yang menjadi pasangannya. Orang tua ideal di masa mendatang adalah orang tua yang dapat menyerasikan nilai spritualisme dengan nilai materialisme secara proporsional
Dalam buku ini, penjelasannya tidak hanya mencakup orang tua yang ideal ataupun metode-metode bagaimana orang tua menciptakan sebuah keluarga yang ideal ditinjau dari sudut pandang sosiologisnya saja. Namun banyak hal yang termaktub dalam buku ini diantaranya adalah; peranan keluarga didalam lingkungan sosial dan hukum; tinjauan bimbingan dan konselor mahasiswa tentang keluarga dan tingkah laku sosial, homoseksual ditinjau dari sudut sosiologi dan remaja, dan sebagainya.
Format penjelasan dalam buku ini, mungkin bisa diibaratkan seperti bagaimana halnya kita membuat makalah, jadi dalam buku ini juga terdapat pengantar di bagian pertama dari sub-sub bagian buku yang akan dibahas, dengan menyajikan sebuah permasalahan yang mungkin memang terlihat bagitu spesifik dan menarik untuk dibahas, karena kulasannya berkisar pada realita sosial yang terjadi dewasa ini, bisa dikatakan juga bahwa dalam bagian ini juga diringkaskan rumusan masalah yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Sedangkan di bagian kedua, terdapat pembahasan, yang meliputi tentang pembahasan dari rumusan masalah yang telah dipaparkan tadi beserta langkah-langkah yang harus ditempuh dari sebuah permasalahan. Namun dalam bagian ini jelas lebih luas cakupan dan pembahasannya terlepas dari rumusan masalah yang diangkat, karena dilihat dari beberapa aspek yang juga turut disertakan dalam bagian ini. Dan yang terakhir yaitu bagian penutup, dalam bagian ini adalah ringkasan dari pembahasan masalah serta juga saran yang terformulasikan atas langkah-langkah yang diberikan. Dan yang lebih benefit lagi yang terdapat dalam buku ini ialah, penyusunan kata-kata tidak begitu sulit, sehingga mudah untuk dimengerti dan dipahami kalangan pembaca (red: secara umum), ditambah lagi penyususnan paragraf yang tersusun dengan rapi, juga menambahkan sebuah keunikan dan keindahan buku ini.
Dalam buku ini terdapat penjelasan mengenai remaja, yaitu, apabila remaja muda sudah menginjak usia 17 tahun sampai 18 tahun, mereka lazim disebut golongan muda atau pemuda-pemudi. Sikap tindak mereka rata-rata sudah mendekati pola sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum sepenuhnya demikian. Biasanya mereka berharap agar dianggap dewasa oleh masyarakat. Remaja sebenarnya tergolong kalangan yang transisional. Artinya, keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, oleh karena berada antara usia kanak-kanak dengan usia dewasa. Sifat sementara dari kedudukannya mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya, karena oleh anak-anak mereka sudah dianggap dewasa, sedangkan orang dewasa mereka masih dianggap kecil
Secara umum persoalan-persoalan yang dihadapi remaja berkisar pada masalah pribadi yang khas remaja, misalnya, soal kemandirian, hak dan kewajiban, kebebasan, pengakuan terhadap eksistensi budaya remaja, dan lain masalah yang boleh dikatakan bersifat universalistik. Sehingga persoalan-persoalan itu menimbukan berbagai ciri atau karakteristik pada diri remaja, yang juga bersifat umum, dengan catatan bahwa kemungkinan terjadinya variasi tetap ada
Secara teoritis tidak mungkin untuk menemukan upaya-upaya yang pasti untuk menanggulangi permasalahan yang diuraikan tersebut. Agaknya kunci yang pokok adalah hubungan yang akrab antara ora tua dengan anak-anaknya yang menginjak usia remaja. Hubungan yang akrab itu jangalah semata-mata didasarkan pada kebendaan saja, akan tetapi senantiasa harus diserasikan dengan landasan spitual. Kedua landasan itu tidak mungkin dipisah-pisahkan, apalagi saling menggantikan. Keduanya harus selalu diserasikan, sehingga menghasilkan akibat yang baik
Dengan mempelajari seluk beluk kehidupan remaja secara seksama, orang tua dapat membantu mereka untuk menemukan identitas diri. Pola kehidupan remaja zaman kini mempunyai ciri-ciri tersendiri; janganlah orang tua memaksakan ciri-ciri kehidupan remaja pada zaman mereka pada anak-anaknya. Cara demikian hanyalah memperbesar kesenjangan. Yang seyogyanya dilakukan adalah membandingkan yang sekarang dengan yang terjadi dahulu, kemudian berilah kesempatan pada remaja untuk memilihnya sendiri, sesuai dengan keinginan hatinya sendiri
Namun semua itu tidak lepas dari pengaruh terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, pergeseran tekanan nilai-nilai dan persiapan masa depan anak dengan segala persoalannya. Terjadinya pergeseran tekanan nilai sebenarnya bukan sepenuhnya merupakan akibat perkembangan ilmu dan teknologi, sebenarnya hal itu sangat tergantung pada pihak yang memanfaatkan ilmu dan teknologi itu. Ilmu dan teknologi pada dasarnya mempunyai sifat netral; tergantung pada manusianya, apakah akan digunakan untuk maksud-maksud positif atau negatif. Oleh karena itu, penggunaan ilmu dan teknologi tersebut hendaknya tidak berhenti pada sekedar penggunannya saja, akan tetapi juga dengan memperhitungkan akibat-akibatnya sepanjang manusia mampu untuk mengadakan predeksi yang akurat. Penerapan ilmu dan teknologi tidak perlu menghasilkan pergeseran nilai, oleh karena dapat ditujukan untuk menyerasikan pasangan nilai-nilai. Ringkasnya, pemahaman ilmuan teknologi tidak hanya digunakan semata-mata, akan tetapi senantiasa harus disertai dengan tanggung jawab penggunaannya
Judul buku ini merupakan dalam rangka pembicaraan mengenai “mempersiapkan masa depan bagi anak”. Ruang lingkup judul tersebut jelas sangat luas, oleh karena berkaitan dengan hampir seluruh bidang kehidupan manusia dalam masyarakat. Kiranya jelas bahwa tulisan ini tidak mungkin membicarakan ruang lingkup yang sedemikian luasnya itu, oleh karena untuk mengalternatifasi itu semua, diadakan pembatasan-pembatasan, agar supaya manfaatnya jelas, walapun dalam ruang lingkup yang agak sempit. Pembatasan pertama adalah pendekatan sosiologis dan hukum (yuridis). Pembatasan kedua adalah mengenai isinya, yang lebih menekankan segi teoritis, sehingga penerapan diserahkan sepenuhnya pada mereka yang menaruh minat untuk membaca tulisan ini. Pembatasan selanjutnya adalah pada nilai-niai yang akan dibicarakan; buku ini hanya akan membahas nilai-nilai yang bersifat umum yang menjadi pegangan bagi kehidupan bersama pada umumnya. Pembatasan selanjutnya adalah pada contoh-contoh yang diberikan. Contoh-contoh tersebut diambil dari bahan pustaka tertentu, atau dilandaskan pada pengamatan sesaat, sehingga hal ini sebenarnya membuka peluang untuk mengadakan diskusi yang lebih mendalam bagi contoh-contoh lain yang tidak dijumpai oleh penyusun tulisan dalam pengamatannya.
Melihat adanya beberapa pembatasan diatas, jelas sekali kalau dengan adanya pembatasan tersebut, yang berimplikasi pada pembahasan yang tidak terlalu melebar dan cakupannyapun tidak terlalu luas, dan merupakan salah satu bagian dari kekurangan yang memang kalau perlu adanya pembenahan dalam pembuatan buku di edisi selanjutnya, demi terciptanya kelengkapan atas kesempurnaan sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat


Peresensi:
Moh. Rusdi
NPM 06.01.2.1.1.00064
Mahasiswa Sosiologi Semester II

Never put off till tomorrow what you can do today